ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN Tn. “R” DENGAN MASALAH UTAMA HALUSINASI PENGHIDU DAN PENDENGARAN PADA DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA PARANOID
DI RUANG JIWA RSU Dr. SOETOMO
SURABAYA











OLEH :
KELOMPOK 11
KELOMPOK 12







PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2007







BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Konsep Dasar Skizofrenia
1.1.1 Pengetian

Skizofrenia adalah diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau deteriorating yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya) (Rusdi Maslim, 1997).
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, diskripsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya dan autisme (Mansjoer, 2000).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Issacs, 2004).

1.1.2 Penyebab
1. Ketentuan

Berbagai penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9% – 1,8%, bagi saudara kandung 7% – 15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 40% – 68%, kembar 2 telur 2% – 15%, kembar 1 telur 61% – 86% (Maramis, 1998).

2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas kehamilan atau pueperium dan klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung ekstremitas agar sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stuper katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan Saraf Pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu ditemukan kelainan pada area orak ganglia, misalnya pelebaran sulkus, fisura serta ventrikel lateral III dan IV, perubahan asimetri hemisfer serebri dan gangguan dervitas otak, namun tidak ada satupun yang patogromik atau selalu ditemukan pada pasien skizofrenia.
Menurut pendapat lain, skizofrenia merupakan aktivitas dopamin otak yang berlebihan, dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxiindoleacetic acid (SHIAA) menurun pada skizofrenia kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran ventrikel.

5. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu saat kontinuitas yang interior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer, skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladapsi sehingga timbulnya disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan kelainan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (autisme).

6. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelamahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau somatik, (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ia yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk memindahkan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan segala utama penyakit ini yaitu jiwa terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir perasaan dan perbuatan. Bleuer membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan autisme), gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, meladapsi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, anteriosklerasis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Sampai sekarang belum diketahii dasar penyebab skizofrenia, faktor keturunan mempunyai pengaruh, faktor yang mempercepat yang menjadikan manifestasi atau faktor pencetus seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal (Maramis, 1998).

1.1.3 Klasifikasi Skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya berlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sub-akut dan sering timbul pada masa remaja atau antara usia 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personallity. Gangguan psikomotor seperti mannerium, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.

3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali umur15 – 30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual
Keadan skizofrenia dengan gejala primernya Bleuer, tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa hari serangan skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif
Gejala skizofrenia terapat menonjolo secara bersamaan, juga gejala-gekala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi juga mungkin timbul serangan lagi.

1.2 Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid
1.2.1 Batasan

1. Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistemik atau halusinasi pendengaran.
2. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar dan agresif.
3. Perilakunya kurang regresif, kerusakan sosial lebih sedikit dan prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan jenis-jenis yang lain.

1.3 Konsep Dasar Halusinasi
1.3.1 Pengertian

Perubahan persepsi senori (halusinasi) adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola stimuli (baik dimulai dari internal maupun eksternal) yang dihubungkan dengan suatu kekurangan terlebih-lebih distorsi atau kegagalan dalam berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 1997).
Persepsi sensori yang palsu terjadi tanpa adanya stimulus eksterna (Widjaja Kusuma, 1997).
Pencerapan tanpa ada rangsang apapun pada panca indra, yang terjadi dalam keadaan sadar (Maramis, 2004).

1.3.2 Kemunkinan Penyebab
1. Panik
2. Menarik diri
3. Stres berat, mengancam ego yang lemah

1.3.3 Tanda dan Gejala
1. Berbicara dan tertawa sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Konsentrasi rendah
6. Sikap curiga dan bermusuhan

1.3.4 Rentang Respon Neurobiologis
Rentang respons Respons maladaptive



1.3.5 Jenis Halusinasi
1. Pendengaran (Audiotorik)

Karakteristik : Mendengarkan suara, paling sering suara orang, suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan untuk melakukan hal yang berbahaya.
Perilaku yang teramati :
1) Melirik mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang dibicarakan
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau kepada benda mati seperti mebel
3) Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak
4) Menggerak-gerakkan mulur seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara

2. Penglihatan/Visual
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik, gambar karton dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster.
Perilaku yang teramati :
1) Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau oleh stimulus yang tidak terlihat.
2) Tiba-tiba berlari ke ruang lain

3. Penghidu/olfaktori
Karakteristik : Bau busuk, amis atau bau yang menjijikan seperti urine, darah atau feses. Kadang terhidu bau harum. Halusinasi penghidu khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
Perilaku yang teramati :
1) Hidung yang dikerutkan seperti penghidu bau yang sangat tidak enak
2) Menghidu bau tubuh
3) Menghidu bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain
4) Berespon terhadap bau dengan paik, seperti menghidu bau api atau darah
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api

4. Pengecap/Gustatory
Karakteristik : merusakan sesuatu yang buruk, amis dan menjijikan seperti rasa darah, urine, feses.
Perilaku yang diamati :
1) Meludahkan makanan atau minuman
2) Menolak untuk makan
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan

5. Peraba/Taktil
Karakteristik : Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau porang lain.
Perilaku yang teramati :
1) Menampar diri sendiri seakan sedang memadamkan api
2) Melompat-lompat dilantai seperti sedang menghidari nyeri atau stimulus lain pada kaki

6. Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukkan urine.
Perilaku yang teramati :
1) Memverbalisasi dan atau obsesi terhadap proses tubuh
2) Menolak untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan bagian tubuh pasien yang diyakini pasien tidak berfungsi

1.3.6 Fase Halusinasi
1. Fase I (Comforting)

Karakteristik :
1) Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut.
2) Berfokus pada pikiran yang menyenangkan
3) Non psikotik

Perilaku :
1) Tersenyum, tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa bersuara
3) Pergerakkan mata yang cepat
4) Respons verbal yang lambat jika sedang asyik
5) Diam dan asyik sendiri

2. Fase II (Condeming)
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan
2) Klien mulai lepas diri dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan
3) Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
4) Psikotik ringan

Perilaku :
1) Meningkatkan tanda-tanda vital
2) Rentang perhatian yang sempit
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
4) Kemampuan membedakan halusinasi dan kenyataan

3. Fase III (Controlling)
Karakteristik :
1) Klien terhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerahkan pada halusinasi tersebut
2) Isi halusinasi menjadi menarik
3) Klien mungkin mengalami kesepian jika sensori halusinasi berhenti
4) Psikotik

Perilaku :
1) Kemamuan yang dikendalikan oleh halusinasi akan lebih diikuti
2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa detik/menit
4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah

4. Fase IV (Conquering)
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti halusinasi
2) Halusinasi berakhir dari beberapa jam/hari jika tidak ada intervensi terapeutik
3) Psikotik berat

Perilaku :
1) Perilaku terror akibat panik
2) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, menarik diri
3) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek
4) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang

1.4 Proses Keperawatan
1.4.1 Pengkajian
Umum
1. Alasan Masuk
Umumnya klien gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal-hal lain. Gejala yang sering menjadi alasan keluarga adalah :
1) Halusinasi
2) Waham
3) Isolasi sosial
4) Perilaku kekerasan
5) Kerusakan komunikasi

Data yang dapat diperoleh dari keluarga dengan menanyakan :
1) Apa yang terjadi di rumah?
a. Apakah klien mendengar suara-suara?
b. Apakah klien marah tanpa alasan?
c. Apakah klien mengatakan sesuatu tidak nyata: “saya adalah presiden”

2) Apa yang telah dilakukan keluarga pada klien?
3) Kemana keluarga minta pertolongan sebelum rumah sakit?

Faktor presipitasi atau pemicu atau penyebab gejala yang terjadi dapat pula dikaji. Umumnya sebelum timbul gejala klien mengalami hubungan bermusuhan, tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Pengkajian pada klien diarahkan pada status mental, aspek fisik, aspek psikososial, observasi dan kebutuhan pasien pulang. Pengkajian pada keluarga dapat diarahkan pada faktor predisposisi, aspek psikososial, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan serta pengetahuan yang dimiliki.

2. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realitas adalah aspek biologis, psikologis dan sosial (Stuart & Sunden, 1995) :
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realitas, seperti :
  • Hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan umbic. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan.
  • Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak
2) Psikologis
Keluarga, pengaruh dan lingkungan klien sangat mempenagruhi respon klien seperti penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh dan teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia anak-anaknua tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi konflik dan kekerasan dalam keluarga merupakan lingkungan risiko gangguan realitas.

3) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas, seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk

3. Faktor yang terkait dengan keadaan klien dan keluarga saat ini
Aspek lain yang sangat penting dikaji lebih lanjut adalah :
1) Sistem pendukung
Sumber daya atau dukungan sosial yang dimiliki klien perlu dikaji untuk dapat diperdayakan untuk merawat klien di rumah sakit dan di rumah. Data yang perlu dikaji dari keluarga adalah kemampuan finansial, waktu dan tenaga yang tersedia merawat klien. Kondisi keluarga yang juga perlu dikaji adalah komunikasi dalam keluarga baik waktu maupun kualitasnya, kemungkinan kegiatan sehari-hari yang dapat klien lakukan baik pada perawatan diri maupun kegiatan harian.

2) Respons koping
Respon klien atau gejala dan tanda yang dapat dideteksi dari klien adalah berbagai respon yang terkait dengan fungsi otak. Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga perawat dapat menilai apakah respon klien masih adaptif atau maladaptif. Respon maladaptif dapat dikaji dengan menggunakan formulir pengkajian khususnya pengkajian status mental

Gejala yang sering ditemukan adalah :
  • Penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi/cocok dan berubah dari biasanya
  • Pembicaraan tidak terorganisir dan bentuknya yang maladaptif seperti kehilangan hubungan, tidak logis, berbelit-belit
  • Aktivitas motorik meningkat atau menurun, impulsive, kotatan dan beberapa gerakan yang abnormal/bizar
  • Alam perasaan dapat berupa suasana emosi yang memanjakan akibat dari faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai perilaku apatis
  • Afek merupakan perilaku yang tampak yang diekspresikan pada saat klien mengalami perasaan emosi tertentu. Afek yang maladaptif adalah tumpu, datar, tidak sesuai, ambivalen.
  • Interaksi selama wawancara selama interaksi dapat dideteksi sikap klien : permusuhan, mudah tersinggung dan curiga yang terkait dengan waham klien. Sedangkan meninggalkan perawat terkait dengan isolasi sosial : menarik diri atau selama interaksi klien tampak bercakap-cakap/komat-kamit, tertawa sendiri yang tidak terkait dengan pembicaraan, hal ini dapat terkait dengan halusinasi.
  • Persepsi adalah kemampuan mengidentifikasi dan menginterpretasi stimulus sesuai dengan informasi yang diterima melalui pancar indra. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu ytang nyata tanpa/rangsangan dari luar (eksternal)
  • Proses pikir. Proses informasi yang tidak berfungsi dengan baik akan mempengaruhi proses npikir sehingga memberi dampak pada proses komunikasi. Dalam komunikasi mungkin inkoheren, tidak berhubungan, berbelit dan tidak logis. Klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan yang kogis dan kogeren, keadaan ini sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
  • Perawat hendaknya mengindentifikasi beberapa respon verbal dan non verbal klien serta melakukan validasi.
  • Isi pikiran. Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi secara akurat dapat menimbulkan waham.
  • Tingkat kesadaran. Kesadaran akan realitas merupakan hal yang perlu dikaji yaitu orientasi waktu, tempat, orang.
  • Daya ingat. Perilaku yang terkait erat dengan daya ingat adalah mudah lupa, kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk suatu hal, untuk itu perawat memberikan informasi yang sederhana dan mudah diingat.
  • Tingkat konsentrasi/perhatian. Kemampuan memperhatikan yang sering terganggu pad aklien adalah kemampuan mengobservasi dan konsentrasi terhadap realita eksternal. Klien sukar menyesuaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan perhatian mudah dialihkan (distraksi). Klien dengan halusinasi pendengaran sering mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
  • Penilaian dan tilik diri. Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, termasuk tilik diri yaitu menilai atau mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien sering merasa bahwa apa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah. Klien sama sekali tidak dapat mengambil keputisan merasa bahwa kehidupan sangat sulit. Situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan inisiatif klien.
Khusus :
Penting dikaji tentang halusinasi klien secara lebih spesifik meliputi :
1. Jenis halusinasi yang dialami klien
2. Isi halusinasi
3. Frekuensi munculnya halusinasi
4. Faktor penyebab timbulnya halusinasi
5. Respon klien saat mengalami halusinasi
6. Usaha yang dilakukan klien dalam mengatasi halusinasinya

1.4.2 Diagnosis Keperawatan
Dari pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan yang dapat ditemukan klien dengan gangguan orientasi realitas :
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Gangguan interaksi sosial
5. Isolasi sosial : menarik diri
6. Perilaku kekerasan
7. Risiko mencederai diri dan orang lain
8. Gangguan harga diri : harga diri rendah



Diagnosa Keperawatan :
1. Risiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

1.4.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I
Risiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi

Tujuan umum :
Klien tidak mencederai diri dan orang lain

Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

Rencana Tindakan Keperawatan :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik yang akan dibicarakan, waktu berbicara dan tampak berbicara)
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasannya
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati

2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a. Lakukan kontak sering dan singkat (untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya)
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal halusinasi
  • Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan : apakah ada suara yang didengar bau yang dicium?
  • Jika klien menjawab : ada, lanjutkan apa yang dikatakan bau apa yang dicium?
  • Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu dan mencium bau, namun perawat sendiri tidak mendengarnya dan menciumnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh/ menghakimi)
  • Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien
  • Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien
  • Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
  • Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau jika sendiri atau jika jengkel/sedih)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (amarah/takut/sedih/senang). Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara/tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri, dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol timbulnya halusinasi
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan halusinasi secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga :
  • Gejala halusinasi yang dialami klien
  • Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi
  • Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
5. Klien dapat menanyakan obat dengan baik
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat, merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (pasien, obat, dosis, cara dan waktu)

Hasil akhir yang diharapkan :
1. Klien mampu :
a. Memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan
b. Melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai jadwal yang dibuat klien
c. Meminta bantuan keluarga
d. Menggunakan obat dengan benar
e. Melakukan follow up secara teratur
2. Keluarga mampu :
a. Mengidentifikasi gejala halusinasi
b. Merawat klien di rumah : cara memutuskan halusinasi, mendukung kegiatan klien
c. Menolong klien menggunakan obat dan follow up.




DAFTAR PUSTAKA


Issac Ann (2004). Keperawatan dan Kesehatan Jiwa Psikiatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Ana (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Mansjoer Arif (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Jakarta : FKUI.

Stuart & Loraia (1998). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th edition). St. Lois Mosby Year Book.

Stuart & Sunden (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Townsend (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC.


morat
Diposting oleh Rendra & Urakom
RENDRA and URAKOM 2010 Blog Morat-Marit, Karanganyar. Solo Jawa Tengah © 2010 Programer By Rendra Dewa Dewita 2008, Blog. All rights reserved. blogger templates